Kreatifitas dari Halaman Rumah
- merupajalanseni
- 18 Feb 2022
- 4 menit membaca
Alif Aflah Yafie
Peran pemuda pada kehidupan hari ini sangat penting, sebab wajah masa depan bergantung dari hasil pemikiran dan tindakan mereka. Mengingat kata yang biasa disampaikan Syamsuddin Simmau saat duduk melingkar dalam diskusi. Ia mengatakan bahwa masa depan bangsa kita bukanlah dari apa yang dilakukan orang-orang tua, besok atau lusa akan ada waktunya tidak dapat bergerak lagi atau mati. Masa depan sejatinya tergantung dari apa yang dilakukan oleh anak-anak muda saat ini, sebab pengetahuan terbaru mereka kuasai dan tenaga mereka masih kuat. Ingatan tersebut kembali hadir dalam pikiran Saya saat hadir dalam kegiatan pameran dan lokakarya siswa-siswi Sulawesi Selatan bertajuk CREATE Moments!. Berlangsung dari tanggal 20-24 Januari 2022 di ruang kreatif Artmoshfer Studio.

Sore itu, Saya hadir dalam suasana apresiasi. Karya-karya lukis, kolase, kriya, instalasi terpajang terpajang memenuhi ruang galeri yang dikelola oleh Jenry Pasassan. Selain karya rupa, dihadirkan juga karya sastra seperti puisi dan cerita pendek, dan karya pertunjukan seperti musik dan monolog. Karya-karya tersebut diciptakan secara individual dan beberapa lainnya dikerjakan berkelompok. Karya mereka menyatu dalam menyampaikan pesan kepada para pengunjung agar dapat menghargai keberagaman dan serta keadilan antar sesama. Pada artikel sebelumnya āMenerima Perbedaan dalam Bingkai Seniā, kita dapat mengetahui bahwa peran karya seni dapat menjadi medium yang efektif dalam menyuarakan gagasan serta perasaan. Sebab, setiap ekspresi dapat dihargai sebagai keragaman atas realitas. Tujuan dari penciptaan karya seni ialah menghadirkan kebaruan-kebaruan dalam melihat dunia.
Tentu tidak mudah untuk dapat menghadirkan kebaruan itu secara langsung, terutama dalam memahami proses tersebut sebagai bentuk kreatif. Di lingkungan sekitar, kita akrab menemukan teman ataupun keluarga yang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki bakat dalam menciptakan karya seni. Dalam seni rupa, umumnya alasan tersebut didasari atas ketidak mampuan dalam menggambarkan objek-objek indah. Namun dalam seni bukan Cuma perihal teknik penciptaan saja.
Berbicara secara langsung kepada peserta pameran, beberapa dari mereka menemukan pengalaman baru saat mengikuti proses kekaryaan. Mereka mengatakan bahwa ternyata dalam seni bukan sekadar kuat secara teknis saja yang mampu menciptakan karya seni. Setiap orang dapat berpendapat serta menceritakan pengalaman dan juga pikiran melalui karya.
Program CREATE Moment! Memiliki tujuan utama dalam memberikan ruang aman kepada anak-anak muda dalam berekspresi secara kreatif. Dalam kegiatan lokakarya selama dua hari, para siswa peserta program tersebut dibimbing oleh mitra CREATE dan kurator Anwar Djimpe Rachman. Dalam proses tersebut mereka diarahkan untuk dapat aktif dalam memikirkan secara mendalam terkait isu toleransi, keberagaman dan kesetaraan gender menjadi sebuah karya.

Djimpe mengatakan bahwa pada awal proses kekaryaan, para peserta cenderung kebingungan untuk menentukan cerita pada karya yang ingin diciptakan. Kebingungan tersebut disebabkan luasnya pemahaman dasar terkait isu dan tema yang ingin digambarkan. Pada kasus tersebut, Djimpe memberikan metode yang disebutnya āhalaman rumahā. Metode tersebut menjelaskan bahwa untuk menentukan ide berkarya tidak perlu mencari narasi jauh-jauh, kreativitas dapat ditemukan dari pengalaman hidup atau fenomena yang akrab hadir di lingkungan sekitar. Metode tersebut dapat berguna dalam mengumpulkan beragam ide sekaligus membangkitkan kejujuran dalam berekspresi.
Ekspresi tersebut direfleksikan pada karya instalasi āBerandaā oleh Nabilah Azmi Dilwa Putri, menampilakan sebuah meja bertaplak kain hitam yang terpajag di tengah ruang pameran. Di atas meja diletakkan tiga piring terbalik dan satu piring yang terbuka. Pada bibir piring tersebut tuliskan angka 12, 3, 6 dan 9, dan di tengah piring digambarakn simbol tak terhingga (ā). Bentuk pada piring itu menggambarkan sebuah penungguan seorang anak untuk makan bersama dengan orang tuannya. Dengan garpu dan sendok pada kanan dan kiri sabar menunggu pulang. Kalimat-kalimat yang tertulis di atas meja menggambarkan pikiran sang anak dan foto-foto makanan sebagai imajinasi menu yang dapat dimakan bersama.

Dikasus lain, latar belakang peserta sendiri juga dapat mempengaruhi cara berekspresi. Seperti karya kolase Muh. Wildan Fatari berjudul āDonāt Bully, Be a Firend!ā menjelaskan efek bullying. Dua figur olahragawan dengan ekspresi emosi, dengan mulut terbuka lebar seakan berteriak dan kepalan tangan diarahkan pada satu figur pria tua berwarna hitam putih sedang menundukkan pandangan. Tentu, pria tua tersebut merupakan objek bully dalam karya tersebut. Pemilihan warna dari tiap figur, seakan menceritakan bahwa kekerasan secara fisik ataupun non fisik dapat mencederai potensi-potensi seorang individu dalam lingkungan sosialnya. Karya tersebut menurutnya merupakan penggambaran dari pengalamannya sebagai korban bullying.
Dalam proses berkaryanya, Wildan menceritakan bahwa sebelumnya ia takut dalam menyelesaikan karyanya kali ini. Terdapat keragu-raguan apakah karya yang terpajang tersebut dapat diterima atau tidak. Tetapi dalam proses bimbingan ditekankan bahwa setiap ide yang telah dikemukakan untuk menjadi karya harus dipertanggung jawabkan sampai selesai. Penekanan tersebut diarahkan untuk dapat melatih peserta untuk dapat menggali kapasitasnya dalam bercerita dengan karyanya. Secara tidak langsung, para menguasai materi pada karyanya sendiri.

Program lokakarya tersebut juga mengarahkan pada pemaparan masing-masing karya ciptaan. Proses tersebut ditujukan dalam membuka wawasan para peserta terkait isu karya, sekaligus sebagai wadah bertukar pengetahuan dan toleransi antar sesama. Bentuk toleransi tersebut direalisasikan dalam karya-karya kolaboratif, seperti āEmpu dan Awan Kelabuā ciptaan oleh Aulia Putri, Asrul Adi Musa, Ilhamsyah HB, Jane Octavia B.W dan Resky Amalia. Karya tersebut menjadi bentuk bersatunya peserta pameran dalam menanggapi kasus kekerasan terhadap perempuan. Dalam karya tersebut digambarkan fase perlawanan terhadap kekerasan verbal yang tampa disadari akrab terjadi disekitar. Dari karyanya mereka mengajak untuk bersama-sama melawan setiap bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan.
Karya siswa SMA pada pameran CREATE Moments! dapat dimaknai sebagai eksplorasi mereka terhadap hal yang mungkin saja ābaruā untuk mereka sentuh. Diberikannya ruang untuk dapat berekspresi secara bebas, mereka dapat menciptakan karya-karya yang lahir secara jujur dan percaya diri untuk ditampilkan. Dengan terbangunnya kepercayaan diri dalam berekspresi melalui proses kekaryaan, diharapkan para peserta mampu mengembangkan kemampuannya untuk terus berkreasi. Walaupun mungkin saja nantinya bukan dalam bidang kesenian.





Komentar