top of page

Konsistensi Berkarya dan Dakwah Melalui Aksara


ree
Pak Aziz di kediamannya pada tanggal 17 November 2022.

Alif Aflah Yafie

Sebuah catatan singkat dari perjalanan kependidikan Prof. Dr. Abd. Aziz Ahmad, M.Pd dan proses berkeseniannya yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.


17 November 2022. Hari itu langit nampak cerah tanpa menyelipkan sedikit awan ataupun mendung. Padahal, sejak beberapa pekan lalu hujan tiap harinya mengguyur Kota Makassar. Tujuan kami untuk bertamu ke kediaman guru besar Fakultas Seni dan Desain - Universitas Negeri Makassar (FSD-UNM) itu pun dapat terlaksana dengan lancar. Sepakat kami bertemu kala sore, pada pukul 17.00 WITA di rumahnya yang tidak jauh dari kampus seni tempat beliau mengajar. Berlokasi di Jl. Daeng Tata 1 Blk. G9, pertemuan kami berlangsung setelah ia menyelesaikan jam mengajarnya.


Nama guru besar tersebut ialah Prof. Dr. Abd. Aziz Ahmad, M.Pd. atau akrab disapa dengan Pak Aziz – bebrapa mahasiswanya juga menyapa dengan Prof Aziz. Ia merupakan dosen yang akrab kami kenali sedari kuliah dengan penampilan rapih dan sederhana, lengkap dengan peci berwarna putih di kepalanya. Dari banyaknya dosen yang mengajar di Fakultas Seni UNM, Pak Aziz termasuk sebagai salah satu dosen yang masih produktif berkarya; yang paling dikenal darinya ialah konsistensi dalam mewujudkan satu karya dalam sehari. Sehari satu karya. Tercatat ditahun 2022, karya yang berhasil dikreasikannya sebanyak 342 dan pada hari itu karya ke 343 sementara dikerjakanya. Data setiap karya-karyanya tercatat dalam buku catatannya. Apabila dibandingkan dengan 321 hari yang telah sudah tahun ini, mungkin saja dalam seharinya dua atau tiga karya dapat ia selesaikan. Dibandingan lagi dengan jumlah karyanya pada tahun 2019 - awal Pak Aziz konsisten berkarya setiap hari, jumlah karya yang berhasil dikreasikannya sebanyak 400.


Pak Aziz lahir di Paria Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan tahun 1955. Sejak kecil, ia telah menggemari aktivitatas menggambar. Bakatnya mulai terbaca ketika memasuki pendidikan dasar di tahun 60an, tepatnya saat menduduki bangku kelas 5 SD. Saat berbincang di rumahnya, Pak Aziz bercerita bagaimana buku catatannya dijadikan contoh oleh guru Bahasa Indonesia dalam pengajaran tulisan indah. Dari sana Pak Aziz mulai mempermantap kemampuan melukis kaligrafi. Pada tahun 1973, ia sempat memenangkan lomba di bidang menulis indah aksara bugis dan latin di Kabupaten Wajo.


ree
Ilustrasi dan kaligrafi bergambar Burak, Karya Prof. Dr. Abd. Aziz Ahmad, M.Pd. pada tahun 1971

Di tengah perbincangan, Pak Aziz mengeluarkan sebuah map dengan kumpulan berkas di dalamnya, memperlihatkan sebuah ilustrasi bergaya dekoratif dengan kaligrafi arab di sisi atasnya. Pada kertas berukuran A4 itu, tampak wujud makhluk fantasi. Tubuhnya seperti kuda, namun ke empat kakinya lebih pendek dari pada kuda umumnya. Makluk tersebut berwarana putih dengan berkepala perempuan, rambutnya hitam panjang bergelombang, menggunakan mahkota dan perhiasan melingkar di tubuhnya. Di punggungnya, dua sayap berbulu beraneka warna dilebarkan seakan sedang terbang. Ekornya seperti bulu ekor merak yang berkibar diterpa angin. Makluk tersebut katanya beranama Buraq, hewan ghaib yang dicertitakan dalam perjalanan isra mi’raj Nabi Muhammad SAW. Objek dua masjid di pojok bawah kanan dan kiri menjelaskan, bahwa gambar tersebut mengilustrasikan kisah perjalanan yang ditempuh dari Masjid Al-Haram menuju Baitul Maqdis dalam semalam. Perjalanan yang menandai awal umat Muslim mengenal ibadah shalat. Karya yang diciptakan pada tahun 1971 tersebut, merupakan titik awal Pak Aziz memadukan figur hewan dan kaligrafi pada karyanya-karyanya.


Pada tahun 1980, Pak Aziz memuali masa belajarnya sebagai mahasiswa di STSRI ā€œASRIā€ Yogyakarta (Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia). Mengambil jurusan Seni Lukis, ia kala itu dipilih menjadi ketua tingkat dari 24 mahasiswa. Beberapa teman kelasnya di antaranya seperti Heri Dono, Eddie Hara, dan Cristanto yang telah menjadi seniman terkenal di Indonesia; ada juga Yuno Baswir yang sekarang aktif berkesenian di Amerika Serikat. Pak Aziz juga menjadi saksi berubahnya nama STSRI ā€œASRIā€ menjadi ISI Yogyakarta, setelah meleburnya kampus tersebut dengan AMI (Akdemi Musik Indonesia) dan ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia) pada tahun 1984. Selama berkuliah di Jogja, Pak Aziz sempat meraih beberapa penghargaan diantaranya, masuk dalam Lima Karya Lukis Mahasiswa Terbaik pada tahun 1981 dan memenangkan Lomba Kaligrafi Tingkat Mahasiswa se-Yogyakarta pada tahun 1984 sebagai juara pertama. Adapun pada tahun 1988, Pak Aziz menjadi perwakilan Kecamatan Tamalate dalam lomba Kaligrafi MTQ se-Kota Makassar dan meraih juara pertama. Sayangnya ia tidak sempat mewakili Makassar dalam lomba tingkat nasional, dikarenakan keberangkatannya ke Jepang untuk mengambil studi diploma di Faculty of Education Kube University.


ree
Dokumentasi Pak Aziz Ahmad bersama seniman ekspresionis Affandi. Foto tersebut diambil di kediaman Affandi . Pak Aziz bercerita bahwa semasih berkuliah di Yogyakata, ia bersama teman-temannya bertandang ke kediaman sang maestro Indonesia.

Studi ke Jepang menjadi momen yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Fasilitas beasiswa yang diterimanya dimanfaatkan untuk mengikuti berbagai kursus diantaranya, seperti kursus bahasa Inggris dan bahasa Jepang, kursus melukis dengan cat air, teknik melukis Sumi-e, dan Shodo (kaligrafi jepang), dan kursus fotografi dan vidiografi. Kala itu Pak Aziz juga sempat melaksanakan pameran hingga tiga kali, menampilkan karya ilustrasi cerita anak Jepang dan Indonesia yang dipadukan dengan kaligrafi. Setiap karya yang dipamerkannya semua laku terjual, yaitu dikarenakan kerya-karya tersebut ditujukan sebagai akta kelahiran anak-anak. Pada tahun 1991, Pak Aziz akhirnya pulang kembali ke Indonesia melanjutkan pendalaman berkaryanya dalam melukis kaligrafi arab dan lontara hingga sekarang. Sajak tahun 80an, ia juga telah terangkat menjadi pengajar di Jurusan Seni Rupa IKIP Ujungpandang, bersama Dicky Tjandra, Heri Purnomo dan Abd. Aziz Said yang juga merupakan lulusan dari ISI Yogyakarta. Ada juga Sumardi PR dari Seni Rupa IKIP Yogyakarta.


ree
Karya kaligrafi Pak Aziz Ahmad pada tahun 1999. Diceritakan, karya tersebut diciptakan saat kunjungannya ke Bandung bersama Prof. Drs. H. Sofyan Salam, MA,Ph.D.

Karya kaligrafi Pak Aziz acap kali dikategorikan dalam jenis kaligrafi kontemporer, yaitu bentuk seni kaligrafi yang cenderung bebas dari pakem atau tata cara penciptaan kaligrafi yang baku. Seniman atau kaligrafer dalam hal ini menghadirkan ekspresinya secara subjektif dalam tujuan mendapatkan pencapaian wujud yang lebih estetis. Dalam perkembangan seni kaligrafi islam, seniman muslim mengembangakan penciptaan kaligrafi (khat) yang lebih beragam dan bahkan berakhir sebagai bentuk abstraksi. Bentuk-bentuk yang tercipta dari saling padunya aksara, diutamakan kepada penciptaan eleman visual dan sarana kebebasan ekspresi namun tetap berdasar kepada tauhiddan penyebaran syiar agama.


Kaligrafi Pak Aziz sendiri, merupakan eksplorasi ā€˜pesan’ dalam tulisan yang dikolaborasikan dengan gambar flora dan fauna yang tercipta dari respons terhadap bentuk-bentuk ekspresif – dapat dikatakan juga sebagai refleksi imajinasi pada suatu pola. Mahluk yang tercipta itu sebelumnya tidak dikonsepkan wujudnya, namun lebih kepada dipersiapkan kehadirannya. Dimulai dari goresan pertama berupa garis bebas yang saling terhubung tanpa putus atau dapat juga dikatakan scribble – Pak Aziz menyebutnya dengan garis infinitas atau garis tak berkesudahan, menciptakan ruang imajiner yang selanjutnya dapat direspon atau diisi dengan bebas. Bentuk objek, latar dan komposisi yang terbayang secara langsung akan direkonstruksi menajdi wujud yang lebih jelas dengan berbagai kesan visual yang beragam. Walaupun mahluk imajinasi ini cenderung dijadikan sebagai pengindah atau pendukung kaligrafi, kehadiran objek yang akhirnya melebur menjadi kesatuan karya itu memberikan keluasan tingkat jelajah dalam menafsirkan pesan di dalam karya. Tertulis ataupun tersirat. Penyesuaian terhadap pola dinamis dengan cara yang imajinatif dan ekspresif juga menciptakan beragamnya sisi yang dapat dieksplorasi dari tiap sisi karya Pak Aziz, bahkan di tiap garisnya kita dapat mengitrpretasi kesan dan dimensi apa saja yang ada di dalamnya. Namun, apabila kita melihat secara keseluruhan dari karyanya satu-sama lain, kita dapat ā€˜seakan’ menemukan terjadinya pengulangan antar bentuk yang dihadirkan. Dari situ kita dapat mengetahui, bahwa walaupun dalam penciptaan Pak Aziz menggambar objek secara imajinatif dan ekspresif, figur-figur tersebut akan berwujud tidak jauh dari apa yang umum diciptakan. Ciri khasnya pun terupakan dari penggambaran tersebut.


Setiap ide yang diimplementasikan pada karya-karya Pak Aziz merupakan sebuah tindak lanjut dari pesan Nabi Muhammad SWT yaitu: ā€œBalliguu anniy walau aayahā€. Arti dari hadis riwayat Imam Bukhari tersebut ialah, sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat. Maksud dari hadis tersebut ialah anjuran Rasulullah kepada ummatnya untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan sesuai dengan apa yang telah diketahui dan pahaminya, baik berupa ayat dari Al-Quran, hadis ataupun nasihat yang telah kita terima dari orang-orang seleh atau yang memiliki pegetahuan lebih dibidang tauhid. Berangkat dari pesan tersebut, Pak Aziz memulai konsistensinya untuk produktif berkarya sekali sehari.


Lalu, pencapaian apa yang ingin dikejar dari konsistensi tersebut? Pak Aziz menjawab, ā€œSaya hanya mempersiapkan apa yang nanti akan saya tinggalkan setelah tiada di dunia.ā€ Dari pernyataan itu kita dapat mengetahui bahwa Pak Aziz sangat menghargai waktu yang dimilikinya, bagamana ia mengola waktunya untuk senantiasa dapat bermanfaat. Pak Aziz menambahkan, ā€œkalau beberapa seniman mengatakan dalam berkarya ia harus menunggu mood terlebih dahulu, saya tidak demikian, setiap ada waktu saya akan berkarya…kalau beberapa seniman meyiapkan waktu tertentu untuk berkarya, saat sedang menunggu antrian di kamar mandi saya senantiasa menyempatakan menggarap karya.ā€ Secara tidak langsung proses berkeseniannya menyatu dengan kehidupan sehari-harinya. Tidak ada alasan untuk tidak berkarya.

ree
Karya ke 343 Pak Aziz pada tahun 2022. Karya tersbut masih dalam proses penyelesaian saat itu.

Pak Aziz juga mengarahkan proses kekaryaannya sebagai media mendakwahkan pesan yang terdapat dalam ajaran Islam. Tidak hanya menggunakan bahasa arab, aksara latin juga digunakan untuk menjembatani terbacanya arti dari pesan. Selain itu, ada juga pepatah-pepatah orang dulu yang disampaikan dengan menggunakan aksara lontara. Dari penguasan tiga aksara itu ia berharap, setiap orang akan dapat menemukan kebaikan dari setiap karyanya. Proses kekaryaannya ini disebut sebagai ā€œberdakwah melalui aksara.ā€


Manfaat dakwah tentu tidak akan berfungsi apabila tidak dikomunikasikan dan dibicarakan. Samahalnya dengan karya seni yang memerlukan publik untuk mengapresiasinya. Sebagai seorang seniman rupa, Pak Aziz aktif mengupayakan agar karyanya dapat terpamerkan. Pameran kelompok ataupun tunggal. Seperti pada tahun ini, ia telah ikut serta dalam empat pameran bersama yang diantaranya yaitu, pada pameran ā€œKecil Bermaknaā€ 16-23 Januari, Pameran Drawing se Indonesia di Makassar ā€œSemestaā€ di Ruang Seni Rupa Makassar 12-30 Mei, International Online Art Exhibition atas kerja sama FSD UNM dan L. aerstore Iran 22 Agustus, dan Pameran Revolusi Esok Pagi #3 ā€œRepublikā€ 29-30 Oktober di Rumata’ Artspace. Selanjutnya pada tanggal 2-5 Desember mendatang, Pak Aziz juga akan melaksanakan pameran tunggalnya di Pondok Pesantren As’ Adiyah Sengkang, tempat dulu ia menimba ilmu sebagai santri sejak tahun 70an dan beberapa tahun mengabdi sebagai penulis majalah As’ Adiyah.


ree
Karya Pak Aziz Ahmad ke 342 pada tahun 2022. Karya tersebut juga dimiatkan sebagai desain poster kegiatan pameran.

Pameran tersebut diberi tajuk ā€œPameran Tunggal 515 Karya Kaligrafi Abd. Azizā€, yaitu memamerkan 515 karya yang diciptakannya sepanjang tahun 2021 dan 2022. Pameran tersebut merupakan sebuah bukti kepada publik, atas pencapaian dari konsistensi yang dilakukan Pak Aziz selama empat tahun terakhir ini. Pameran ini menurutnya merupakan mimpi yang dapat terlaksana, sebab sejak memulai berkarya dalam sehari pada tahun 2019, ia telah berniat untuk melangsungkan pameran tersebut. Salah satu penyebab terhambatnya pelaksanaan momentum ini, ialah situasi pandemi yang menahan banyak aktivitas sejak akhir tahun 2020 kemarin. Pameran ini juga dilaksanakan sebagai bagian acara kegiatan Muktamar Nasional ke-XV yang rencananya akan berlokasi di pesantren tertua di Sulawesi Selatan itu.


Tidak berakhir dengan pemajangan karya saja. Kala di kediamamnya Pak Aziz tidak hanya disibukkan dengan proses persiapan pameran, ia juga sementara melakukan pengurusan pendaftaran rekor muri, kategori ā€œPameran Tunggal 515 karya terbaru tahun 2021-2022ā€. Sungguh bersemangat guru besar kami itu, itulah yang hebat darinya. Tidak hanya konsistensinya dalam berkarya, tetapi bagaimana ketekunan dan semangatnya dalam meraih apa yang ingin dicapainya. Namun di balik itu semua, Pak Aziz masih senantiasa menjadi sosok yang ramah dan sederhana.


Komentar


bottom of page