Seni Rupa di Tengah Arus Teknologi
- merupajalanseni
- 5 Jun 2022
- 5 menit membaca

Penulis: Galang Mario
Dunia seni telah berkembang seiring perkembangan zaman. Seni memiliki peran dalam bidang kehidupan baik dalam sains, teknologi, perdagangan maupun industri. Tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak dapat dilihat dari bidang kesenian. Dengan seni, kompleksitas kehidupan manusia yang tersembunyi dapat digambarkan dan dieksplorasi.
Umumnya seni dikenal bersifat subjektif karena menjadi bagian kebudayaan dan kehidupan manusia yang dinamis, berubah seiring waktu hingga sangat sulit untuk menentukan definisi pasti. Ada baiknya kita kenal dulu beberapa definisi dari apa yang dimaksud dengan seni. Ensiklopedia indonesia menjelaskan bahwa seni merupakan berbagai hal yang keindahannya dapat membuat orang merasa senang. Sementara, Ki hajar Dewantara berpendapat bahwa seni merupakan perbuatan manusia yang timbul dari kehidupan, perasaan dan bersifat indah sehingga dapat menggetarkan jiwa manusia lain. Adapun menurut Sofyan Salam, bahwa seni merupakan ekspresi estetik melalui media visual, bunyi ataupun gerak. Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa seni merupakan ungkapan ekspresi manusia dalam menghasilkan sebuah karya bermutu dan bernilai keindahan. Seni lahir dari pikiran dan perasaan manusia. Seni terdiri dari berbagai macam jenis, seperti rupa, tari, musik, film, sastra dan sebagainya. Dalam fokus pembahasan ini, seni rupa merupakan kesenian yang mengutamakan pemanfaatan indra penglihatan dan raba, karena pengalaman estetisnya ditentukan melalui objek fisik (visual) atau bentuk.
Seni rupa terbagi dua yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan. Kedua cabang tersebut kini telah menyatu tanpa ada batasan dalam hal definisi, namun di dalam ranah pendidikan pembedaan terebut masih diterapkan. Seperti pada buku-buku pendidikan seni, seni rupa dibedakan menjadi seni murni dan desain. Dibandingkan dengan seni murni yang menerapkan objektivitas dari nilai sebuah karya, desain diutamakan sebagai benda pakai yang keindahannya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan komersil atau pasar. Dari kebutuhan tersebut, desain dikreasikan serta didistibusikan secara massal sebagai sebuah produk. Teknologi dan dunia sains modern juga turut andil dalam perubahan tersebut. Keterpisahan pada kerangka modernitas menciptakan spesialisasi-spesialisasi di kedua medan kesenirupaan secara otonom. Perbedaan tersebut dipertegas pada tujuan dan fungsinya diciptakan.
Dalam sejarahnya, sebelumnya batasan dan perbedaan antara seni murni dan desain atau āseni komersilā tidak terlihat jelas. Dimasa seni rupa klasik, kedua hal tersebut tidak terpilah dan merupakan satu hal yang sama. Pembagian cabang seni rupa hadir pada era revolusi industri, yaitu dengan didirikannya Sekolah Seni Bauhaus pada tahun 1919 di Jerman. Pendidikan tersebut menyatukan seni dengan teknik atau teknologi sebagai benda yang dapat diproduksi massal. Di masa seni rupa modern (1860an), seni rupa mengalami gelombang perubahan pandangan, mencakup gaya dan aliran. Tumbuhnya minat seniman untuk melakukan eksplorasi konsep dan bentuk secara bebas demi menciptakan kebaharuan. Di medan kesenirupaan barat, perubahan dan peralihan gerakan seni rupa berkembang dari aliran neo klasik hingga ekspresionis, hingga pada tahun 1950an gerakan seni āpop artā lahir. Seni pop art menjadi akhir pergolakan seni rupa modern dan menjadi awal gerakan 'seni rupa postmodern dan kontemporer.
Gerakan tersebut merupakan reaksi perlawanan terhadap standar seni yang sebelumnya bersifat baku, mapan dan cenderung konvensional. Gerakan pelepasan batasan antara seni murni dan komersial. Seni dikreasikan sebagai karya komersial dan dapat diproduksi secara massal dengan menawarkan visualisasi objek populer atau umum di masyarakat. Benda atau produk yang umum hadir dikehidupan sehari-hari dapat diangkat menjadi sebuah karya seni bernilai, begitupun dengan karya seni yang sebelumnya bersifat eksklusif dapat dikembangkan menjadi karya terbarukan dengan memanfaatkan teknologi digital dan media cetak. Fenomena tersebut mewajahkan pergolakan atas pembebasan berekspresi serta semangat untuk terus menghadirkan kebaruan dalam ranah kreatif. Profesi seorang senimanpun berkembang dengan meluasnya madium-medium yang dapat dieksplorasi. Seperti seniman pop art bernama Andy Warhol dengan karya grafisnya yang terkenal berjudul āMarilyn Monroeā atau di Indonesia ada Wedha Abdul Rasyid yang memperkenalkan gaya seni WPAP. Seniman tidak lagi sekadar bermain cat pada lembar kanvas, tetapi dapat secara bebas mengeksplorasi media-media baru.
Pesatnya perkembangan teknologi membuat pelaku seni sangat intim dengan dunia komersil baik seniman maupun desainer. Namun realita memaksanya berkarya demi keberlangsungan hidup, memenuhi kebutuhan industri. Tidak seperti seniman yang sebelumnya bebas berkarya demi kebutuhan batin, layaknya Van Gogh yang menganggap seni sebagai media ekspresi atau Leonardo Da Vinci yang mentrasfer pemikirannya tentang ilmu pengetahuan sebagai sebuah karya. Kuatnya persaingan dan kebutuhan pasar yang terus berubah begitu pesat dalam indusri kreatif membuat seni komersil dipandang sangat penting di era metaverse hari ini.
Dalam proses penciptaanya, seni rupa yang bersifat komeril tidak dapat lepas dari segmentasi konsumen atau pasar. Hadirnya pengelompokan sesaui dengan kebutuhan manfaat dan penggunaan menciptakan para seniman masa kini harus terus memperbarui kualitas dari karyanya. Ditambah dengan semakin berkembangnya teknologi sebagai alat pendukung, seniman dapat memperluas jangkauannya untuk dapat diapresiasi dan mengangkat nilai jual dari kreasinya. Jika diperhatikan komersialisasi sangat mempengaruhi perkembangan dunia seni rupa, utamanya dari segi kebaruan karya. Namun berkarya dengan latar belakang segmentasi pasar menyebabkan pembatasan daya eksplorasi kreatif seorang kreator, umumnya dengana alasan ingin laku atau diterima oleh publik akhinya seorang seniman cenderung meniru bentuk yang dianggapnya sedang populer atau mainstream. Dalih menghasilkan kebaruan malah berakhir pengulangan-pengulangan.
Dalam kasus ini diperlukan adanya manajemen berkarya seorang seniman, yaitu dengan mengatur tujuan dasarnya dalam berkarya. Seorang seniman dapat memisahkan kekaryaannya untuk tujuan komesial ataupun untuk berekspresi secara bebas. Adapun metode dalam komersialisasi seni seperti menerima pesanan pasar atau konsumen seperti permintaan luksian portrait, lukisan pemandangan atau open comision desain dan ilustrasi. Selain itu, memamerkan karya di pasar seni agar laku terjual seara bebas menjadi peluang besar dari percepatan teknologi hari ini. Seniman juga dapat memanfaatkan media informasi dan komunikasi untuk memamerkan karya serta proses kreasinya secara konsisten. Proses tersebut memungkinkan seorang seniman dapat menciptakan pasarnya sendiri.
Perkembangan teknologi selain menjadi peluang juga tantangan bagi seorang seniman. Peluangnya, teknologi dapat menjadi jembatan sebuah karya untuk menemukan apresiannya. Selain itu tersedianya perangkat olah visual menjadi wadah untuk memperbarui keterampilan baru dalam berkarya atau media sosial sebagai ruang pamer dan pengarsipan karya sekaligus penambah reverensi yang mudah dieksplorasi. Namun tantangan dari percepatan tesebut menciptakan kita cenderung hanyut dalam arus persaingan menghadirkan dan melayani perasaan manusia lain. Begitpun dengan bahanya exploitasi karya dan tindakan peniruan sangat dimudahkan dengan beragam program yang tersedia secara instan. Algoritma juga dapat begitu cepat mengangkat sebuah karya di ruang publik, namun juga sangat mudah menjatuhkan karir seorang seniman. Terhadap kondisi tersebut, kita memerlukan kesadaran serta pengetahuan dalam lingkup seni komersial agar secara adaptif menyikapi perkembangan teknologi hari ini dan akan datang.
Seniman sebagai manusia kreatif, dapat tumbuh dengan menyesuaikan situasi dan melahirkan kebaruan dalam peradaban. Kemampuan tersebutlah yang membuatnya selalu punya tempat dalam industri kreatif. Selain itu, perlunya sikap adaptif seniman terhadap perceptatan teknologi serta keterbukaan dalam diskusi terkait pengetahuan akademik, dapat menjadi jalur ekspolrasi lebih dalam serta memperluas ruang-ruang untuk berkolaborasi mengembangkan kesenian di masa kini.
Referensi
Salam, Sofyan., B, Sukarman., Hasnawati., & Muhaemin, Muh. 2020. Pengetahuan Dasar Seni Rupa . Makassar: Badan Penerbit UNM.
Isnanta, Satriani Didik. 2010. Fusi Seni dan Teknologi Mendorong Metamorfosis Bentuk Karya Seni Rupa. Jurnal Brikolase. 2 (2), 2-3. https://doi.org/10.33153/bri.v2i2.307
Couto, Nasbahry. 2015. Seni Kontra Seni Komersial: Kasus Seni Rupa dan Musik. https://visualheritageblog.blogspot.com/2015/10/seni-murni-kontra-seni-komersial-kasus.html.
Yohanka, Maria. 2020. Produk Kapitalisme satu lagi: Seni Tanpa Jati Diri. https://www.economica.id/2020/07/11/produk-kapitalisme-satu-lagi-seni-tanpa-jati-diri/.





Komentar