top of page

Pendidikan Seni di Sekolah

Diperbarui: 27 Nov 2022


ree
Achmad Fauzi. 'Bergerak dalam Batasan'. Tinta pada Kertas. 7 Maret 2022.

Alif Aflah Yafie

Pendidkan seni dapat menjadi wadah dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan sebagai individu atau secara sosial. Tetapi bahasa seni sampai sekarang masih sangat sulit diterjemahkan dan dimengerti secara umum.

Pendidikan memiliki peran penting dalam menentukan potensi dan mengembangkan pribadi manusia. Melalui pendidikan, kita dipertemukan dengan proses berpikir dalam menentukan sejatinya kebenaran. Filsuf Theodore Brameld mengatakan bahwa bagi masyarakat banyak, pendidikan memiliki kekuatan untuk menentukan bagaimana dunia yang ingin diciptakan dan bagaimana mencapainya. Seluruh aspek kehidupan memerlukan pendidikan sebab tidak ada satu fungsi di dalam masyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Kesadaran atas pentingnya pendidikan secara formal ataupun non-formal akhirnya mencipta ruang untuk dapat mewadahi kebutuhan manusia. Begitu juga dengan cara memberikan pengetahuan yang lebih efektif, ia terus berkembang dan memperbarui diri.

Di dalam kehidupan, seni hadir melengkapi proses perkembangan manusia dari dulu hingga sekarang. Tidak sekadar memenuhi kebutuhan selera keindahan seseorang, seni berperan sebagai medium atau penyaluran pikiran dan perasaan manusia, serta mewakilkan wujud dari nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Terkait dengan pendidikan, proses pembelajaran seni ditujukan untuk dapat menumbuhkembangkan potensi manusia dalam melihat dan menyikapi berbagai fenomena kehidupan. Menurut Yusril (2020), pendidikan seni merupakan proses transfer of value dan transfer training. Proses didikan seni bertujuan untuk menstimulus peserta didik dalam menemukan, mengenal, serta mengembangakan potensi kediriannya di kehidupan masyarakat secara selaras.

Sebagai lembaga terstruktur, sekolah memiliki tanggung jawab besar untuk dapat aktif berproses dalam bidang belajar dan mengajar. Pendidikan sebagai keutuhan dalam pengembangan hakikat manusia, merupakan perwujudan dari dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman yang setiap masingnya menyatu dalam wujud kemanusiaan. Tujuan pendidikan seni terutama di sekolah bukan sekadar mewariskan suatu keterampilan, melainkan memberikan bimbingan kepada peserta didik untuk dapat menumbuhkembangkan kreatifitas dalam berekspresi, sensitifitas dalam melihat dan merasakan, kreasi dan apresiasi secara kritis, dan karsa berdasar keterampilan secara teknis.

Dari pendidikan seni, kita dapat menemukan dimensi kemanusian yang menjadi tujuan utama pendidikan. Apabila dilihat melalui aspek keindividualan, kebebasan berekspresi dengan memanfaatkan berbagai cara dan media, yaitu dengan mengolah bahasa rupa, bahasa kata, bahasa bunyi, bahasa gerak, bahasa peran dan perpaduan diataranya mampu memberikan peluang untuk dapat menggali potensi-potensi diri peserta didik secara kreatif. Selain itu, melalui proses melihat dan menilai secara kritis dalam proses analisis, apresiasi dan evaluasi, peserta didik dapat menentukan tindakannya dalam merespon lingkungan secara sosial, kesusilaan serta harmonis. Namun, apakah pendidikan seni hari ini telah berjalan sebagaimana tujuan dasarnya tersebut?

Pendidikan terutama di sekolah tidak akan terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum menjadi dasar untuk dapat menjalankan proses belajar mengajar yang baik, sebab kurikulum sendiri dirancang dengan berbagai macam unsur konstruktif agar dapat menggambarkan bagaimana pendidikan yang optimal. Maka dari itu kurikulum akan terus berubah dan mengembangkan dirinya untuk dapat meningkatkan kinerjanya lebih efektif. Hari ini kita diperkenalkan dengan kurikulum baru yaitu ā€˜Kurikulum Merdeka’. Kurikulum tersebut bertujuan untuk dapat mengembangkan karakter dan kompetensi peserta didik sesuai dengan objek utama pembelajaran, yaitu diantaranya pembelajaran berbasis projek untuk mengembangkan soft skills dan karakter peserta didik; fokus pada esensi materi agar dapat memberikan waktu untuk dapat membahas esensi kajian lebih mendalam; fleksibilitas untuk guru dalam melakukan proses bimbingan untuk dapat menyesuaikan kemampuan peserta didik dengan konteks dan muatan pembelajaran. Proses pembelajaran tersebut dimanifestasikan dengan nama ā€˜Merdeka Belajar’.

Merdeka belajar bertujuan memberikan kebebasan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Yaitu peserta didik dapat bebas mengeksplorasi materi lebih mendalam. Pendidikpun diberikan ruang gerak dalam mengembangkan teknik dan cara mengajarnya, agar proses pembelajaran yang diberikan dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Namun realitanya penerapan serta pelaksanaannya di lingkungan sekolah belum tentu sesuai. Proses pembelajaranpun sebenarnya diupayakan untuk dapat menguasai serta memanfaatkan teknologi yang ada hari ini, tetapi masih kita temukan ketimpangan antara ruang pendidikan dalam memberikan suasana belajar yang lebih baik lagi kepada peserta didiknya.

Pada kelembagaan sekolah sendiri, mereka menganggap program tersebut harus segera diterapkan, dengan alasan mempertahankan nama baik struktur pendidikan yang telah dibangun. Sekolah berupaya untuk dapat menanggapi kebijakan tersebut dengan membuka pintu lebar-lebar; menggap sekolahnya dapat menguasai atau menyesuaikan perubahan yang akan terjadi, walau secara sadar kemampuan serta kapasitas untuk memfasilitasinya belum mampu. Mengaplikasikan sebuah program baru belum tentu semudah membalik telapak tangan, perlu didasari sebelumnya apakah sekolah sendiri dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk mengaplikasiakan program baru ini, terutama bagi tenaga pendidik dan objek didikannya, serta apakah fasilitas yang dimiki telah terpenuhi ataukah tidak.

Realitanya masih banyak tenaga pendidik belum mampu beradaptasi dengan kebaruan ini. Terutama pada guru-guru lama yang dasarnya belum dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengaplikasikan teknologi dan juga internet. Akhirnya mereka harus berlomba dengan media pencari informasi yang umumnya telah dikuasai oleh anak-anak didiknya sendiri. Bahkan beberapa guru juga akhirnya menyerah untuk memuaskan pertanyaan peserta didik dengan mengarahkan pencarian jawaban ke Google.

Lalu bagaimana dengan pembelajaran seni? Dapat dikatakan masa sekarang merupakan masanya para kreator dapat berkembang. Dengan semakin banyak dan berkembangnya platform digital untuk mempublikasikan berbagai macam bentuk kreasi. Begitupun dengan fungsinya sebagai sarana edukasi, tidak sedikit anak muda yang terinspirasi dan mencoba untuk berkreasi juga. Ditambah dengan bertebarannya konten penciptaan karya, dengan mempertonkan praktik penciptaanya di media sosial. Anak muda tersebut dapat dengan bebas mempelajari teknik berkarya secara otodidak.

Percepatan informasi diperlukan untuk evektifitas belajar mengajar, yaitu dalam pemberian pengetahuan yang lebih aktual dalam mendukung pemberian materi pelajaran. Pendidik diharapkan untuk dapat menguasai materi yang ingin diberikan atau diajarkan. Tidak sekadar tahapan penciptaan, tetapi nilai dan fungsi penciptaan karya perlu dipahami sebelumnya agar dapat menjelaskan nilai-nilai dari proses pembelajaran yang dilakukan untuk peserta didik nantinya. Peserta didik dapat menguasai penciptaan seni dengan mempraktikkannya sendiri, tetapi peran pendidik sangat penting untuk memperkenalkan esensi dari proses berkesenian yang mereka lakukan. Sesuai dengan fungsi utama pendidikan seni, yaitu untuk membantu menemukan dan mengembangkan potensi-potensi individu agar dapat dimanfaatkan oleh dirinya ataupun dilingkungan masyarakat. Syafi’I dalam Arnita Tarsa S.Pd (2016), berpendapat bahwa pendidikan seni ditujukan untuk dapat menumbuhkembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, serta keselarasan dimasyarakat.

Pendidikan seni memiliki peran sangat besar dalam menciptakan generasi-generasi baru, penerus perkembangan budaya dan pengetahuan dimasa depan. Bukan hanya sekadar menciptakan ragam bentuk keterampilan tangan yang akhirnya menjadi benda hiasan atau pajangan semata. Achmad Fauzi, seorang seniman yang juga merupakan tenaga pengajar seni budaya untuk salah satu sekolah menengah di Makassar. Ia berpendapat bahwa pada fenomena pendidikan hari ini, guru dibutuhkan untuk dapat menciptakan suasana belajar dan hasil pembelajaran yang bermanfaat bagi peserta didik. Guru harus berperan sebagai fasilitator di dalam proses pembelajaran, yaitu bertugas memotivasi dan juga merefleksi pembelajaran yang diberikannya. Guru perlu memahami apa saja yang dibutuhkan peserta didik dalam proses mengajarnnya, bukan hanya sekadar memberikan tugas dan melepasnya tampa memberikan pemahaman yang jelas mengapa penting mempelajari atau mengetahui pembelajaran itu.

Achmad Fauzi menambahkan bahwa tidak efektifnya pembelajaran seni dan budaya di sekolah umumnya disebabkan oleh kapasitas tenaga pendidiknya yang tidak mampu memberikan pengalaman nyata terkait materi ajarnya, padahal pengetahuan seni sangat dipengaruhi oleh proses praktiknya juga. Peserta didik perlu merasakan langsung bagaimana proses berkreasi bukan sekadar mendengarkan teori atau mengerjakan tugas. Tidak mampunya seorang guru dalam memberikan pengalaman berkesenian dalam proses pembelajaran memiliki banyak penyebab, utamanya pada kurangnya jumlah guru seni di suatu sekolah dan kemampuan guru yang hanya mendalami satu bidang kesenian, lalu di tuntut untuk dapat mengajarkan berbagai bidang seni lain. Adapun sekolah yang masih belum mendapatkan tenaga pendidik berlatar seni, umumnya sekolah meminta guru mata pelajaran lain untuk mengisinya. Guru seni budaya harus merasakan proses dahulu sebelum mengaplikasikan materi pembelajaran yang ingin diberikan, sebab dari proses mengalami nilai-nilai yang tersirat dapat ditemukan dan dipahami. Maka dengan begitu guru dapat merefleksikan manfaat mempelajari suatu pembelajaran kepada peserta didiknya.

Aturan serta regulasi pendidikan diharapkan juga dapat menyesuaikan latar belakang lingkungan sekitar, bagaimana budaya yang berkembang dan apa saja kebutuhan di dalamnya. Bukan mengekang daya gerak guru untuk dapat mengembangkan strateginya dalam mengajar atau melepaskan sekolah menerapkan pembelajaran baru tampa memahami esensi dari regulasi yang akan diberikan. Tuntutan guru untuk dapat mengajar berbagai bidang kesenian juga menciptakan proses pembelajaran tidak evisien. Sekolah diharapkan untuk dapat menyiapkan tenaga pendidik yang memiliki pengetahuan dan kemampuan husus terkait tiap materi atau bidang kesenian secara husus. Sekiranya dalam pemebelajaran seni budaya, sekolah dapat menyiapkan dua atau tiga guru seni dengan kemampuan berbeda.

Adapun lembaga pendidikan atau kampus keguruan dibutuhkan untuk dapat menyiapkan calon-calon pendidik yang berkompetensi dalam peroses mendidik. Tempat para intelektual seharusnya bukan hanya sekadar menerima materi pembelajaran lalu berpindah pada praktik mengajar dan praktik membuat karya atau kerajinan tangan saja. Disanalah seharusnya cara berpikir dan berkreasi kreatif disuburkan, dengan wacana-wacana baru terhadap lingkungan kesenian selanjutnya. Bukan beralasan menghindari berkurangnya calon pendidik seni dan malah menciptakan seniman, tetapi diharapkan menumbuhkan dasar kesadaran bahwa mempelajari kesenian sangat penting. Bukankah seniman dapat dikatakan intelektual? Pendidikan seni seharusnya dapat berjasa dalam membangun daya kreasi secara kreatif, kritis dalam menyikapi berbagai fenomena lingkungan sekitar dan mengangkat nilai-nilai kemanusiaan seorang individu dan sebagai manusia itu sendiri.


Komentar


bottom of page