top of page

Ahmad Fauzi: Transendensi, Flying to the Moon

Diperbarui: 27 Nov 2022

Penulis: Syamsuddin Simmau dan Hariping


ree

Perbincangan dengan seniman Achmad Fauzi selalu hangat dan bersemangat. Kak Uci, demikian Ahmad Fauzi sering disapa oleh perupa yang berusia lebih muda, adalah sosok seniman yang kritis, memotivasi dan selalu berusaha berpikir dalam untuk melahirkan karya-karya seni. Ia sangat intens melakukan perjalanan dan diskusi dengan seniman lainnya di Makassar. Gagasan-gagasannya berenergi. Ia mengaku bahwa jalan seni adalah jalan toddopuli, jalan yang butuh konsistensi dan tentu saja ā€œpengorbananā€. Tidak boleh ada kata menyerah dan pasrah dalam berkesenian. Itulah sebabnya, Ia bersama Amrullah Syam dan Ahmad Anzul membangun perkumpulan dan sekaligus workshop seni rupa, FindArt. FindArt sekaligus menjadi penyelenggaraan Rally#1 MAIM dengan tema, ā€œSpirit Leang-Leangā€ pada 12 September 2020, yang selanjutnya diikuti dengan seri Rally MAIM#2, #3 dan seri Rally MAIM selanjutnya.


Berkali-kali Achmad Fauzy melakukan kunjungan langsung ke Leang-leang dan perkampungan di sekitar situs purbakala ini. Ia melakukan riset, pendalaman, perenungan untuk menemukan esensi estetik dari karya-karyanya. Bahkan, ia bersemangat mengunjungi situs gua Leang Samungkeng. Di gua ini juga terdapat lukisan cap tangan. Situs ini adalah salah satu situs dalam kawasan purbakala Leang-leang. Jaraknya sekira 1,8 km dari Leang-leang. Ketika berkunjung ke situs ini, ia tertegun, hanya sekira 20 meter dari Leang Samungkeng, terdapat tambang marmer yang menyisakan lubang bekas galian tambang marmer. Ia tak kuasa membayangkan bahwa situs purbakala Leang-leang dan leang lainnya yang menjadi penanda peradaban manusia segera punah. Spirit Leang-lelang adalah energi baginya untuk menyampaikan kepada semesta bahwa perusakan ini tidak boleh terjadi. Karena Leang-leang bukan sekadar benda mati, ia hidup, menjadi penanda energi peredaban, simbol penyerapan dan melepasan energi manusia kepada Sang Maha Pencipta. Simbol cap tangan di Leang-leang adalah rangkaian doa-doa manusia kepada Sang Maha Transenden, tak terjangkau oleh logika dan nalar manusia umumnya. Oleh karena itu, bagi Ahmad Fauzi, Leang-leang adalah penanda transendensi manusia menuju Sang Maha Kuasa. Sehingga karyanya yang diberi judul, ā€œFlying to the Moonā€ menyerupai bentuk tangan, tapi melampaui bentuk-bentuk tangan, pun menyerupai sayap, melampaui bentuk sayap, yang membawa penanda doa-doa kepada Sang Maha. Karya ini adalah salah satu karya yang dipamerkan di even MAIM, ā€œSpirit Leang-leang, Melampaui Rupa, Memaknai Nilai Sejarah.ā€


ree

Achmad Fauzi lahir di Makassar 26 Mei 1970. Seniman yang juga pendidik ini mulai serius menekuni seni rupa sejak menimba ilmu di Jurusan Seni Rupa IKIP Ujung Pandang (Sekarang UNM) pada tahun 1989. Pada kurun waktu itu ia banyak mengisi ilustrasi cerita pendek (cerpen), kartun dan karikatur di beberapa koran dan majalah.


Beberapa tahun terakhir karya-karya lukis Achmad Fauzi menampakkan corak dekoratif-simbolistik dengan mengangkat tema-tema keseharian dan isu-isu aktual. Karya-karyanya tampil naratif dengan warna-warna meriah, obyek-obyek disederhanakan dengan garis-garis lincah dan lugas. Kesan suka cita menikmati perayaan kehidupan inilah kiranya yang ingin ia bagikan kepada penikmatnya.


Pada awal tahun 2014, Achmad Fauzi dan beberapa perupa lainnya juga menginisiasi lahirnya pameran seni rupa rumahan (Station). Even seni rupa dalam bentuk pameran rumahan ini (diselenggarakan dari rumah ke rumah) berlangsung sepanjang tahun 2014. Seri pameran ini pula disebut-sebut sebagai momen kebangkitan seni rupa Makassar. Pada tahun 2019. Ahmad Fauzi aktif terlibat dalam pameran Makassar ART Initiative Movement (MAIN).


ree

Deskripsi Karya:

Karya instalasi ā€œFlyng To The Moonā€ terdiri dari susunan besi hollow, besi beton, kawat, dan pu foam. Besi hollow sebagai rangka penopang utama, besi beton sebagai (tulangan dalam) bagian telapak tangan dan jari, kawat membentuk pola dasar tempat menempelnya pu foam. Pu foam memberi bentuk permukaan yang menyerupai tekstur dan bentuk batuan stalaktik, stalagmite, dan flow stone. Dalam proses perakitan komponen rangka disatukan menggunakan bantuan las listrik dan kawat pengikat. Penggunaan bahan-bahan tersebut menurut Ahmad Fauzi didasari dari pertimbangan estetis, meminimalisir berat beban karya, dan keterwakilan kesan dari batuan Leang-leang dalam karya. Secara utuh tinggi karya 4,3 meter, dan lebar 3,8 meter. Karya berdiri tegak di ruang terbuka Taman Benteng Fort Rotterdam.


Ket.

Tulisan ini telah dipublikasian di katalog Pameran Leang-leang Spirit; Melampaui Rupa, Memaknai Nilai Sejarah dan Majalah Merupa Volume 1, Nomor 1, Oktober-Desember 2021.



Komentar


bottom of page