top of page

Amrullah Syam: Kadera: Peduli dan Berempati pada Lingkungan

Diperbarui: 27 Nov 2022

Penulis: Galang Mario


ree

Amrullah Syam lahir di pare-pare 15 maret 1948. Ia adalah seniman berpengaruh dalam perkembangan seni rupa di Sulawesi Selatan, khususnya di Makassar. Kak Am, demikian ia disapa, masih aktif berkarya hingga saat ini. Kak Am adalah seniman yang telah menjalani hidup dalam tujuh masa Presiden Indonesia, dari zaman Ir. Soekarno sampai pada zaman Ir. Joko Widodo (Jokwi) saat ini. Ia adalah saksi hidup pergerakan dan pertumbuhan kesenian di Makassar. Lingkungan sosial sangat mendukung naluri estetiknya. Sejak kecil ia menyintai kesenian. Kehidupan Kak Am mendapat dukungan dari lingkungan tempat ia tumbuh, yaitu Ko'bang, Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Tempat ini dikenal sebagai lingkungan seni tradisi Makassar.


Amrullah Syam tidak hanya mumpuni dalam seni rupa, tapi juga dalam seni tari dan teater. Uniknya, pendidikan formal Kak Am justru di bidang teknik, bukan berlatar kesenian. Amrullah Syam mengenyam pendidikan ilmu teknik di STM, hingga ia melanjutkan studinya di Univeritas Hasanuddin dengan mengambil jurusan arsitektur pada tahun 1967. Pendidikannya berhenti di tengah jalan dengan alasan ilmunya sudah didapatkan. Seniman berpenampilan nyentrik ini memberanikan diri untuk membangun sebuah usaha konsultan aristek ketika itu. Salah satu karya yang pernah dibuat selama menjadi aritek yaitu Balai Penelitian Ternak Gowa. Pada tahun 1968 Akademi Kesenian Makassar berdiri tepat bersamaan dengan berdirinya IKJ di Jakarta saat itu. Keberadaan akademi ini menarik minatnya untuk kembali belajar, khususnya mengasah kepekaan dan kemampuannya dalam berkesenian.


Karir seni Amrullah Syam bermula sejak tahun 1966. Kala itu, ia mengikuti berbagai pameran seni rupa, di antaranya; Pameran bersama di gedung PBI bertajuk Sandi Karya, Pameran Pekan Budaya, Pameran Selebassi, Seri Pameran Stasiun hingga pameran diadakan oleh MAIM saat ini. Selain menjadi seniman beliau juga aktif berorganisasi di lembaga Institut Kesenian Sulawesi (IKS). Ia dipercaya Asisten Sekretaris. Amrullah Syam juga menjadi Ketua di Sanggar Seni Latar Nusa kala itu. Seniman yang pertama kali membuat seni instalasi di Makassar dengan judul Hening di tahun 1986 ini juga mahir dalam membuat karya patung. Beberapa karya seni patung yang pernah dibuat ialah Patung Selamat Datang dan Patung Andi Makassau di Parepare, patung pintu gerbang di Sinjai, patung Monumen Pendaratan TNI di Barru, dan beberapa patung yang tersebar di berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Beberapa patung yang fenomenal terdapat di Pantai Losari Makassar, yaitu patung Syek Yusuf, Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela.

ree

Konsep karya Amrullah Syam berlatar sosial. Hal ini yang menjadi pembeda dari seniman lainnya. Karyanya berangkat dari hasil pengamatan lingkungan alam dan sosialnya. Konteks lingkungan ini juga berkait erat dengan lingkungan yang ada di Leang-leang yang membuatnya. Keresahan dan rasa empati terhadap pegunungan kars dan situs-situs di Leang-leang hancur oleh tangan-tangan industri. Fenomena ini mendorongnya untuk menciptakan sebuah karya seni instalasi di pameran MAIM dengan medium batu gunung yang terpotong-potong disertai gambar tangan. Karya berjudul 'Kaderaā€ tersebut, selain menampilkan keindahan estetis, juga menyampaikan pesan peringatan bagi kita tentang kehancuran situs di Leang-leang, tentang kepedulian terhadap lingkungan dan keberlangsungan nilai-nilai kehidupan.


Saat ini, penghancuran lingkungan secara besar-besaran terjadi dimana-mana. Hancurnya lingkungan secara perlahan juga menghancurkan kehidupan manusia sebagai tempat tinggalnya. Diperlukan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan karena dengan menjaga lingkungan, kita merawat kehidupan. Diharapkan kesadaran itu terwujud melalui kesenian terutama seni rupa sebagai jembatan dan alat kesadaran.


ree

Deskripsi Karya:

Amrullah Syam membuat sebuah karya instalasi yang terdiri dari dua material berbeda yaitu kursi dan tiga bongkah batu. Kursi raksasa setinggi 8 meter menjulang yang terbuat dari besi sebagai simbol kekuasaan, selain itu terdapat 3 bongkahan batu marmer yang terpotong rapi, satu batu terletak tepat diatas kursi dan dua dibawah. Tiga batu sebagai simbolisasi pemerintah, masyarakat dan cendekia, ketika salah satu batu diambil naik ke atas dan tidak lagi berada pada posisi sejajar akan menyebabkan ketidak-seimbangan sistem hidup, ibarat ketiga batu juga sebagai tungku api ketika kita memasak air, jika salah satu batu diambil akan menyebabkan ketidak-seimbangan hingga menyebabkan air yang dimasakpun tumpah dan itulah yang terjadi dalam konteks leang-leang, begitupun dengan kenyataan yang terjadi. Kekuasaan dalam posisi duduk sangat tinggi diatas kursi dan bergerak sesuka hati. Batu marmer tersebut dihiasai dengan cap gambar tangan-tangan dengan posisi acak membungkus warna merah sebagai visualisasi gambaran orang gua di Leang-leang.


Ket.

Tulisan ini telah dipublikasian di katalog Pameran Leang-leang Spirit; Melampaui Rupa, Memaknai Nilai Sejarah dan Majalah Merupa Volume 1, Nomor 1, Oktober-Desember 2021.



Komentar


bottom of page