Jenry Pasassan: Warisan Ruang dan Waktu
- merupajalanseni
- 4 Jan 2022
- 3 menit membaca
Diperbarui: 27 Nov 2022
Penulis: Galang Mario

Konsep karya Jenry Pasassan banyak mengangkat tema penyadaran dari pengalaman yang didapat. Perupa yang juga acapkali bermain teater religi ini merespon persoalan kehidupan sosial. Oleh karena itu, karya-karyanya membawa penanda kesadaran untuk mengatasi atau minimal menjadi solusi persoalan tersebut. Selain itu, pengalaman pribadi juga sering menjadi topik konsep, baik dalam konteksnya tentang asmara, keluarga, dan hubungan dia dengan masyarakat sekitar. Proses berkesenian inilah yang mengasah kepekaannya dalam menyikapi hidup dan bijak dalam menentukan.
Jenry Passasan lahir di Makassar, 24 januari 1971. Sejak kecil, ia sangat hobi dengan menggambar hingga beranjak dewasa. Jalan kesenian didapatkan tepat ketika duduk di bangku SMA. Berbagai persoalan sosial dan pergaulan yang dilakoni membawanya pada kesadaran untuk lebih mengamati, menganalisis, memaknai, menghayati kehidupan dan akhirnya mengasah kepekaan dalam menyikapi masalah, lalu menuangkan kedalam sebuah karya seni yang indah dan juga bermakna.
Pada tahun 1993 Jenry Pasassan melanjutkan pendidikan di IKIP Ujungpandang, sekarang disebut UNM. Ia memilih Jurusan Pendidikan Seni Rupa sebagai ruang pertamanya belajar dan berjumpa dengan teman yang satu frekuensi. Ini adalah gerbang terbuka baginya sebagai ruang belajar untuk mengenal lebih jauh dunia kesenian, khususnya seni rupa. Kegelisahan yang dulunya menyelimuti tentang karakter dan jati diri akhirnya ketemu di tempat itu. Inilah tempat dimana ia melihat adanya kesamaan dan kesenangan di lingkungan kampus yang membuatnya memutuskan dan menetapkan untuk begelut dan hidup di jalan kesenian. Lingkungan ini memberikan banyak dampak positif baginya dalam berkarya. Selama 3 (tiga) tahun bergelut dengan ilmu yang cukup didapatkannya, akhirnya Jenry memutuskan berhenti dari kampus dan memilih menjadi seniman.

Jenry Pasassan aktif berkesenian sejak masa kuliah. Seniman yang juga pendiri workshop seni rupa Artmosphere ini sering mengikuti pameran yang diadakan oleh kampus. Salah satunya adalah pameran akhir tahun yang berjalan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dimasa kuliahnya. Selain itu, ia juga mengikuti pameran di luar kampus. Selain di Artmosphere, kini ia aktif berkarya dan membangun gagasan-gagasan estetik di MAIM sebagai salah satu wadah kelanjutan perjalan karir berkeseniannya.
Pada pameran MAIM yang bertema, āSpirit Leang-leang; Melampai Rupa Memaknai Nilai Sejarah,ā Jenry Pasassan mengusung konsep tentang peran manusia dalam hidup, bagaimana dan apa yang harus dilakukan. Karyanya diberi judul āPenjaga Amanahā. Amanah yang diberikan Tuhan dipelihara lalu dilanjutkan oleh generasi penerus. Amanah dapat diartikan sebagai warisan, semangat harapan dan sebagainya. Konsep ini diterapkan ke dalam bentuk seni instalasi dengan menggunakan analogi kotak hardcase; sebuah peti keras yang menjaga benda di dalamnya, hardcase berjumlah 7 buah dengan 7 ukuran dari ukuran terkecil hingga terbesar. Hardcase tersebut berisi pohon, dimana dari bibit, kecambah, tumbuh, berkuncup, berbunga hingga berbuah dalam posisi melingkar. Hal ini seperti halnya siklus kehidupan dari kelahiran hingga kematian lalu tergantikan dengan jiwa yang baru namun amanahnya masih tetap terjaga sampai sekarang. Begitupun dengan warisan Leang-leang yang bertahan sekitar kurang lebih 40 ribu tahun lamanya yang masih ada hingga saat ini. Semua ini terjadi karena ada yang menjaganya (Sang Penjaga). Leang-leang menjadi inspirasi bagi Jenry. Ia berharap, semangat dalam menjaga dapat terus dirawat; tidak hanya tentang Leang-leang, tapi juga dimensi kehidupan yang lain terutama dalam seni rupa Makassar.
Deskripsi Karya:
Karya instalasi "Penjaga Amanah" terdiri dari hardcase dan figur pohon. Tujuh buah hardcase dengan keserasian ukuran lebar 80 cm yang tingginya bervariasi mulai dari 30 cm hingga 100 cm. Hardcase tercipta dari bahan dasar multipleks, aksesoris hardcase, dan plastik takonsit. Figur pohon sebagai personifikasi objek alam dari tripleks recycle dan sampah kemasan plastik berwarna. Pohon dengan tujuh ukuran variatif dari bentuk kecambah hingga pohon.
Hardcase digunakan Jenry sebagai penanda dari idiom penjaga. "hardcase ini berguna menjaga benda-benda didalamnya dari benturan, dari kerusakan dan segala macamnya" ungkapnya. Figur pohon mengartikan warisan (amanah) yang harus dipelihara. Proses display karya āPenjaga Amanahā, Jenry menggunakan bidang datar seluas 50 meter persegi. Penataan karya dilakukan di ruang terbuka Taman Benteng Fort Rotterdam, Makassar.
Ket.
Tulisan ini telah dipublikasian di katalog Pameran Leang-leang Spirit; Melampaui Rupa, Memaknai Nilai Sejarah dan Majalah Merupa Volume 1, Nomor 1, Oktober-Desember 2021.





Komentar