ZOON POLITICON; Lukisan Berbingkai Politik
- Alif Aflah Yafie
- 13 Sep 2022
- 6 menit membaca
Diperbarui: 27 Nov 2022

Alif Aflah Yafie
Bagaimana bila sebuah karya dilatar belakangi oleh kerja seorang politikus. Akankah saat mendatangi penyelenggaraan pamerannya, kita sebenarnya berada dalam sebuah pesta politik?
Saat menyusuri jalanan umum Kota Makassar, kita tentu sangat familiar dengan warna-warninya spanduk atau papan iklan yang menampilkan wajah seseorang dari suatu partai politik. Walaupun belum tentu kenal, sambil membawa warna dan lambang partainya, mereka tersenyum memperkenalkan diri sebagai wakil rakyat rakyat. Namun, memasuki bulan Maret 2022 kita diperkenalkan dengan sosok baru. Sosok yang jarang ditampilkan untuk sebuah iklan, bahkan akrab dikenal sebagai pelaku korupsi. Sosok tikus dengan peci di kepalanya, lengkap dengan setelan rapi jas berwarna jingga; seorang poli - tikus. Mengangkat satu lengannya, ia seakan sedang melambai, memberi salam perkenalan kepada para pengendara yang melihatnya. Tetapi bukan sebuah partai yang ingin dipromosikannya. Tikus tersebut bermaksud mengundang kehadiran kita di sebuah pameran seni rupa.
ZOON POLITICON. Istilah yang menjadi tajuk pameran tunggal seni rupa seorang mantan politikus, Armin Mustamin Toputiri. Dilaksanakan di Hotel Claro Makassar, pameran tersebut memamerkan 55 dari 126 karya lukisan yang telah dibuat selama 1 tahun masa belajarnya. Kiranya, itulah narasi yang ingin ia sebar lewat berbagai macam iklannya di berbagai media. Seorang mantan politikus yang baru belajar setahun dan langsung dapat melangsungkan pameran debut dan tunggal. Begitulah motifnya, niatnya pun teraminkan oleh respon beberapa seniman dan pegiat seni Makassar yang secara langsung dapat kita lihat di kanal Youtube Armin Toputiri Chanel.

Hadir dalam pembukaan, tanggal 12 Maret 2022, Mich. Hasymi Ibrahim sebagai manager pameran bercerita kepada para mahasiswa UNM yang mewawancarainya. Menurutnya, manajemen seni penting keberadaannya dalam membangun keberlangsungan kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Segala bentuk promosi dan endorsemen sangat penting dalam membangun image kepada publik. Baliho serta informasi yang tersebar merupakan sebuah cara untuk menghangatkan Kota Makassar untuk mengetahui dan mengenal kegiatan ini. Pameran ini penting baginya, sebagai sebuah agenda kultural yang semestinya perlu terus teragendakan untuk mengimbangi dominasi arus politik, ekonomi dan lainnya dalam perceptan informasi. Ia pun mengajak para mahasiswa untuk merespon pameran ini lewat media sosial yang mereka miliki.
Dari pameran ini kita dapat mengetahui, bahwa seni dan politik saling terhubung dan beririsan sebagai alat pendukung suatu tujuan ataupun ideologi manusia. Seperti kata Kus Indarto di depan tamu pembukaan pameran yang diisi oleh sahabat Armin (sapaan Armin Mustamin Toputiri), perupa Makassar dan mahasiswa serta dosen seni rupa UNM. Sebagai kurator pameran, Kus Indarto menceritakan bahwa dalam berpolitik kita bersiasat, menciptakan stratergi, dan memanfaatkan kreativitas untuk mendapatakan āapaā dari siapa. Seni juga demikian, seorang seniman atau siapapun yang memiliki potensi menjadi seniman diperlukan mampu menggunakan potensi kreatifnya dalam menumbukan publiknya ke arah positif.
Dalam pembukaan Kus Indarto juga menerangkan, bahwa karya Armin dapat dipahami sebagai sebuah kesaksian atas sejarah besar atau kecil dari hidupnya, juga sebagai kritik sosial politik dan kemasyarakatan. āLukisan Armin merupakan sebuah āpolitical diaryā, sebuah catatan harian seorang politikus. Karya dengan tema sosial politikā.
Sebagai objek yang memuat gagasan atau pemikiran seseorang ataupun kelompok, keberpihakan seni pada kerja politik memiliki wujud yang beragam. Ia dapat menjadi instrumen dalam mendukung suatu ideologi dan juga sebagai bentuk pertentangan dari ideologi yang berbeda. Kita dapat melihat dari karya-karya yang dipamerkan, mereka menggambarkan sudut pandang Armin dalam menatap berbagam fenomena politik di kehidupannya. Armin mencoba merespon, serta mengkritisi peristiwa tersebut melalui penggunaan wujud-wujud binatang yang di manusiakan; hewan tersebut dipersonifikasi sebagai manusia yang bersifat binatang atau manusia yang seumpama binatang.
Berlanjut pada Armin Toputiri, dalam pembukaan ia menceritakan fenomena politikus menjadi seniman bukanlah hal baru. Contohnya seperti S. Sudjojono dan Trubus Soedarsosno yang merupakan seorang seniman tatapi juga aktif berpolitik dalam LEKRA dan ikut berpartisipasi di DPR. Lalu ia mempertanyakan pilihan antara sebuah lukisan dan harga kursi DPR yang bernilai 40 juta. Armin bertanya, āApa yang aneh dari seorang politisi menjadi seniman, padahal yang aneh itu mengapa politisi kehilangan seniman? Mengapa politisi kehilangan narasi, padahal politik adalah seni mengolah pemikiran?ā
Armin yang sebelumnya aktif menceritakan opininya dalam tulisan mengatakan, bahwa alasannya mewujudkan pikirannya pada lukisan disebabkan oleh jebakan Zaenal Beta dan Almarhum Mike Turusy yang menantangnya untuk mulai melukis. Dari sini, kita dapat melihat bagaimana pengaruhnya dalam karya Armin, terutama pada karya-karya yang menampakkan wujud keeksotisan alam atau tema budaya. Berbeda dengan karya yang menghadirkan perumpamaan atau metafora, merupakan kesanggupan Armin dalam menampakkan pemikirannya di atas kanvas. Walaupun begitu, terlihat bahwa secara teknis Armin memang masih belajar melukis.
Dalam proses belajar melukis, Armin mengatakan tidak pernah mempelajari teori dasar dalam seni rupa, bagaimana mencampur warna yang baik, menciptakan perspektif atau bentuk proporsi dengan benar. Masih meraba-raba. Namun dalam proses kurasi, Armin bercerita bagaimana Kus Indarto dapat menemukan hal-hal menarik dari unsur visual lukisannya. Armin menyadari bahwa mungkin kalau ia mempelajari teori dulu, ia tidak akan pernah menghasilkan lukisan sebanyak ini.
Armin bercerita, bahwa pameran ini merupakan wasiat Mike Turusy. Sebagai orang yang mengajarkan teknik dasar melukis dan memberikan dorongan untuk berkesenirupaan, sebelum sepeninggalannya pada tanggal 28 November 2021, Mike Turusy berjanji untuk melakukan pameran bersama. Dan darinya lah, Kus Indarto dapat hadir untuk menjadi kurator dalam pameran ini.
Setelah sambutan dan pemberian lukisan kepada sabahatnya, pembukaan ditutup dengan proses pemukulan boneka tikus yang sejak tadi dipasang tergantung di depan panggung. Salsabila, anak Armin yang disuruhnya untuk memulukul tikus tersebut dan memasukkannya ke tong sampah. Dengan begitu pameran pun dinyatakan telah dibuka. Selain sebagai pewaris seluruh lukisannya nanti, alasan Armin memberikan peran anaknya dalam meresmikan pamerannya ialah, sebab ia ingin menarasikan bahwa bukanlah karean jabatan seseorang dihargai, tetapi kemampuan dan potensi yang dimiliki.
Kus Indrato juga bercerita bagaimana Armin mampu mengkritisi lingkungan politiknya sendiri. Sama halnya dengan aksi memukul tikus pada kegiatan pembukaan. Tikus disimbolkan sebagai aktivitas korupsi yang harus diberantas dan dibuang dari kehidupan masyarakat. Karya Armin lebih bersifat āautokritikā, yaitu bukan hanya bagaimana Armin melihat apa yang ada diluar dirinya, tetapi pada dirinya sendiri, yaitu sebagai salah satu orang yang telag turut hadir dalam berbagai peristiwa politik di Indonesia.
Karya-karya yang ditampilkan Armin juga menggambarkan berbagai peristiwa umum hingga yang hanya dapat ditemukan sebagai seorang politikus. Dan bagaimana ia memasukkan objek-objek yang akrab dikenal, memberikan pesan yang ingin disampaikannya mudah untuk dapat cerna. Seperti hewan-hewan buas menggambarkan kebinatangan manusia, masing-masing hewan juga menarasikan bagaimana kebinatangan mereka; atau penggambaran kursi yang sudah umum dimaknai sebagai simbol jabatan dan kekuasaan.
Lukisan Armin mengilustrasikan polemik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Alih-alih menceritakan pengalaman politiknya, kita secara umum pun sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa politik. Seperti kata Lasswell (1936) yang sempat juga dikutip Kus Indarto dalam pembukaan. āIn politic: is who get what, when, howā . Kita sebagai manusia tidak terlepas dari berbagai tujuan, dan untuk mendapatkannya, kita menciptakan berbagai cara, strategi, juga siasat. Namun, apa yang menentukan perbuatan tersebut bernilai, ialah bagaimana ia dilakukan.

Pameran ZOON POLITICON juga dapat menjadi sebuah gambaran politik dalam sebuah aktivitas kesenian. Berbagai iklan, promosi, ulasan di media, testimoni hingga kritik yang diciptakan dan terjadi memiliki pengaruh dalam membangun citra yang ingin dibangun. Armin sendiri yang baru belajar melukis dan tiba-tiba melangsungkan pameran tunggal perdananya di hotel, hingga menghadirkan kurator nasional sama halnya memberikan citra baru kepada seorang Armin Mustamin Toputiri. Yaitu sebagai seorang perupa. Keterlibatan dan dukungan yang hadir dari pegiat seni, seniman dan praktisi seni juga seakan mengaminkan fenomena tersebut. Keberhasilan dalam pameran tersebut juga ditandai dengan beberapa karya yang terjual dengan mahar puluhan juta. Karya-karya tersebut berhasil dikoleksi oleh teman-teman separtainya.
Zamkamil mengumpamakan Armin seperti seorang bayi yang baru lahir, tetapi sudah mahir berbicara. Tentu aneh apabila ada bayi yang merangkak saja belum tiba-tiba sudah bicara. Tetapi, dikarenakan keanehannya itulah ia dianggap ajaib. Bayi ajaib. Namun, tidak ada yang salah dengan seseorang yang melukis, dan tidak ada standar yang pasti seseorang dikatakan sebagai seniman atau tidak, kecuali karyanya.
Dalam kegiatan bedah karya yang berlangsung pada tanggal 14 Maret 2022, Zamkamil yang turut hadir sebagai pembedah mengatakan āwellcome to the junggleā untuk Armin yang telah resmi masuk dalam rimba kesenirupaan. Jalas Zamkamil, bahwa berkesenian bukan hanya sekadar menciptakan banyak karya, tetapi seberapa lama seseorang terus menciptakan karya. Mengingat seniman yang sudah bertahun-tahun berkelindan dalam dunia kesenianpun belum tentu mampu melangsungkan pameran tunggal, apalagi membuat karyanya laku.
Peristiwa politik dalam proses kekaryaan ini, dapat mengantar kita pada kata seorang Ilustrator kelahiran New York yang terkenal dengan berbagai isu sosial politik pada karyanya. Seniman tersebut bernama Norman Rockwell. Ia mengatakan āWithout thinking too much about it in specific terms, I was showing the America I knew and observed to others who might not have noticedā. Samahalnya Armin, tanpa menguasai teknik dasar melukis, mampu menggambarkan beragam peristiwa yang terjadi dikeseharian kita. Namun, tantangan selanjutnya ialah bagaimana ia mempertahankan ketidak tahuannya secara sadar. Bagaimana ia mempertahankan produktivitas kekaryaannya sebagai seorang seniman.
Para akademisi senirupa Makassar terutama para mahasiswa yang sempat hadir dalam pameran tersebut seharusnya dapat menyadari bahwa mempelajari seni juga percuma apabila tidak ikut berperan dalam mengembangakan lingkungan kesenian. Menengok satu dekade ini, senirupa Makassar begitu sepi dengan sosok-sosok baru. Akhirnya, orang yang menikmati kesenian hanya diisi oleh itu-itu saja. Tidak ada keberlanjutan. Lalu apa yang dilakukan para lulusan kampus seni itu, akankah malah terjun di dunia politik?





Komentar